Stupid Is As Stupid Does

Saturday, February 04, 2006

old fashioned way

Ada sedikit kehebohan di kos. Konon si pemilik, Koh Ayong, berencana menjual “tempat tinggal” kita itu ke orang lain. Gosip-gosip pun bermunculan soal si pemilik baru. Dari uang kos yang dinaikkan, sampai televisi ruang tengah dan kulkas yang di tarik.

That’s cruel man.

Tak bisakah kumenonton Komedi Tengah Malam rame2 lagi?
Tak bisakah kumenyimpan bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay di kulkas lagi?

Tanda-tanda “bencana” mulai kelihatan, ketika 2 minggu terakhir ini gas elpiji tak kunjung diisi. Padahal biasanya, tak sampai 4 hari gas yang habis segera di recharge oleh si Koh.

Tentu saja, dampaknya, gw nggak bisa masak, nggak bisa bikin kopi, nggak bisa bikin pancake, nggak bisa ngebontot, etc.

Solusinya, menggunakan kompor biasa milik ibu penjaga kos. ”Sementara pake ini saja, Mas!” katanya saat melihat gw celingak-celinguk di dapur.

Asal tahu aja, seumur-umur baru kali itu gw ngelihat “kompor non-gas”. Dooh, gw orang kota gituloh!

Dan yang pertama kali terpikir adalah, “how to turn this rusty old thing on???!!!”. Secara nggak ada “cetekan”-nya. Lagi-lagi gw celingak-celinguk melihat tuh kompor dari sudut 360 derajat, sambil garuk-garuk kepala.

Si ibu tersenyum. Dengan cekatan diambilnya sebatang lidi, dimasukkan ke salah satu lubang yang berisi minyak tanah, dinyalakan. Tangannya memutar tuas, dan menusuk-nusukkan lidi yang menyala tadi ke dalam sumbu. “giniloh caranya, gampang kok?”.

Beberapa detik kemudian, api pun menyala.

“Cool, old skool style! gitu toh, ah, peace a cake!” pikir gw. Meski harus nunggu sedikit lama, tapi kompor non-gas ini panas juga kok. In the end, memasak lah gw dengan bahagia. Tralala..

Thats the end? Nope.

Keesokan harinya, gw pun mencoba teknik menyalakan kompor oldskool tadi dari sang ibu. Berhasilkah? Boro-boro.

Ternyata nggak segampang yang dibayangkan. The most difficult part is, saat harus menusuk-nusukan lidi yg menyala ke dalam sumbu kompor. Apinya mati terus. Susaaaahnya setengah mati. Sampe putus asa gw.

Tiba-tiba, si Ulum—dateng seperti biasa dengan cengiran khasnya—, yang melihat gw kebingungan langsung mengambil alih.

“halah, ngoropno kompor ae gak iso!” (nyalain kompor aja gak bisa)
“angel su! Cobaen lek iso!” (susah bego, coba kalo bisa)

huh, secara dia yang antidapur dan masak air aja gosong, gw pesimis berat.

Sejurus kemudian, kompor itu nyala!!! Dan Ulum melakukannya dengan cara yang tak kalah handal dengan ibu penjaga kos! WTF???

Tinggalah gw, melongo, merasa terhina, bingung, merasa dinodai..*halah

Gw : kok...kok???
Ulum : he..he..he.. *senyum penuh kemenangan
Gw : kok iso???? Yok opo carane??? (kok bisa? Gimana caranya?)
Ulum : ho..ho..ho *ugh, senyumannya makin menyebalkan
Gw : eh, temenan iki pak, kok iso sih?? *sambil gw geplak kepalanya
Ulum : kompor nang omahku koyok ngene (kompor dirumahku seperti ini)
Gw : lha, kon gak duwe kompor gas ta? (emang lu ga punya kompor gas dirumah?)
Ulum : gak
Gw : kenapa?
Ulum : emesku wedi lek mledak (nyokap gw takut kalo kompornya nanti meledak).
Gw :..........

NB : the good news is, si pemilik yg baru tak jadi menaikkan tarif kos. Juga tak mengambil tv dan kulkas. Malah, gas baru pun sudah di ganti. Jadi gw bisa masak. Yippeeee. ^o^

“tapi tolong ya, mulai bulan ini bayar kosnya nggak ditagih langsung. Tapi di transfer aja ke rekening saya. Mandiri bisa, BCA juga bisa kok. Ok!”

*kenapa gak sekalian aja pake debit??? Dasar gila!!!

2 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home