Stupid Is As Stupid Does

Wednesday, February 08, 2006

Turtles Can Fly



”Negara yang paling aneh di dunia adalah Irak. Ketika anak-anak Amerika bermain, mereka bermain bola. Di Irak, anak-anak ’bermain’ dengan ranjau seukuran bola,”

Kata pendek nan getir itu, terucap dari bibir sutradara Bahman Ghobadi, pria kelahiran Iran yang lebih banyak menghabiskan waktunya di Irak. ”Di Irak, anak-anak hidup dalam tragedi,” lanjut lulusan University of Tehran ini.

Keprihatian Ghobadi, dituangkannya dalam film Time For Drunken Horses dan Marooned in Iraq. Tapi baru Turtles Can Fly-lah yang benar-benar membuka mata dunia. Film yang ditulis dan disutradarainya sendiri itu mengungkap kopolosan, dan kepahitan hidup anak-anak Irak yang hidup di kamp pengungsian.

Mengagumkan, karena akting yang begitu natural dan polos itu datangnya dari anak-anak Irak asli, yang sama sekali tak pernah mengenyam pendidikan akting.

Film ini bersetting dua minggu sebelum invasi Amerika ke Irak, tepatnya di sebuah kamp pengungsian yang terletak di perbatasan Turki dan Irak. Adalah Satellite (Soran Ebrahim), 13, bocah cerdas yang ahli memasang antena dan piringan parabola.

Saat-saat itu begitu krusial untuk mengetahui kapan perang akan pecah. Karena itulah, para pengungsi terus mencari jalan untuk mengetahui dan mendapat berita tentang Saddam dan AS.

Selain pintar, Sattelite menjadi pemimpin bagi puluhan anak-anak yang ada di kamp. Ia mengorganisir mereka untuk bekerja dengan menjinakkan ranjau. Ranjau-ranjau yang tak meledak itu, kemudian ditukar dengan para (sebutan untuk uang di Irak, kalo gw gak salah denger lho)

Dari situ, Sattelite bertemu dengan gadis yatim, Agrin (Avaz Latif). Agrin berkelana dengan kakaknya Henkov (Hirsh Feyssal), bocah yang mampu meramal masa depan, dengan kedua tangan yang hancur terkena ranjau. Agrin selalu menggendong bayi berusia 3 tahun bernama Risa. Siapa bayi ini, menjadi twist yang cukup menegangkan di akhir film.



Turtles Can Fly membuat gw merasa begitu bersyukur tinggal di Indonesia. Dibalik takdir hidup yang begitu kejam, mereka masih bisa terus berusaha survive dan tertawa

Its amazing. Thumbs up buat karakter Shirko (Ajil Zibari) yang membuat gw tertawa sekaligus terharu. Definately, its a must see movie. Pada suatu adegan, Henkov men-disarm sebuah ranjau hanya dengan mulut. Bayangkan, bagaimana rasanya?

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home