Stupid Is As Stupid Does

Wednesday, May 31, 2006

The Exploited di Malang?



Tahun 1997. Seorang anak muda berusia 15 tahun tergila-gila dengan musik berirama super cepat. Kord-kord simple, sound raw (kasar), lirik lagu bernada protes dan hujatan pada pemerintah, serta cara bernyanyi yang lebih mirip berteriak. Orang menyebut musik “gak genah” itu bernama punk. Dan anak muda itu adalah gw.

Dengan label punk, gw berusaha menunjukkan identitas diri pada lingkungan. Caranya, dengan berdandan selayaknya anak punk. Kaos junkie, celena stright, boots hitam tali merah dengan puluhan lobang, jaket kulit berpin, gelang, kalung, serta sabuk spike. Bokap dan nyokap cuma bisa geleng-geleng kepala ketika gw memutuskan memohawk rambut. Believe me, you don’t wanna see me like that. Damn.

Sebuah aktualisasi terasa belum lengkap tanpa sebuah band, right? Setelah beberapa kali jamming dengan teman sekolah, akhirnya gw mendapat kesempatan untuk bermain dengan band punk beneran.

Saat itu, Sodox and the Socks sedang mencari pemain bass. Setelah brainstorm dan beberapa kali latihan, gw diterima. The Socks lumayan dikenal dalam scene punk Surabaya saat itu. Dengan influence utama band-band punk lawas seperti the Exploited, The Varukers, The Casualties, Chaos UK, hingga Total Chaos.

Kita sempat manggung di acara-acara indie dan SMA. Bahkan juga merekam album sendiri secara independen, self-tittled, meski kualitas rekamannya parah. Later on, gw juga sempat rekaman lagi dengan Disreject, band beraliran crustcore/semi power violence in vein of Disrupt, Disgust, Spazz, and Charles Bronson. But that’s another story.

So, eniwei, gw berhenti ngeband setelah lepas SMA dan masuk bangku kuliah. Sempat kangen juga dengan perasaan setingkat-lebih-tinggi-dari-orgasme ketika menyaksikan massa didepanmu berpow-go di dalam moshpit ketika mendengarkan lagu-lagumu dimainkan.

Sampai akhirnya, gw kemarin mendapat SMS dari sepupu di Malang, yang mengatakan tanggal 2 Juni depan the Exploited akan bermain di Malang. Ya, band asal Inggris itu benar-benar akan menggelar show di Indonesia.

The Exploited adalah dewanya para punker. Mereka adalah salah satu pioner dalam penciptaan bentuk awal musik punk yang kasar (rawk). Buat metalheads, Exploited ibaratnya Slayer atau Metallica. Buat anak ska (rudeboy/girl), Exploited bagaikan the Specials, buat penggemar band Inggris, Exploited seperti My Bloody Valentine.

Intinya, tentu saja gw super ingin untuk melihat dan mendengarkan yang dimotori Wattie dkk itu tampil live. Band, yang awalnya gw denger musiknya hanya lewat kaset hasil ngerekam punya temen. Band yang jadi idola gw dulu. Problem is, bisa gak gw di Surabaya sampai Jumat? Hiks.

Wednesday, May 24, 2006

condoms



My friend give me a misterious box. Later on, when i opened it, turns out it was condoms. Yes, a full variation colors and taste of condoms. Just name it, you’ve got baggy, banana, grape, and more.

The question is, what the fuck im gonna do with it?

An the other hand, if you work in a newspaper like me, youve never got a long weekend vacation. So holiday means another day in the office. *Sigh.

Sunday, May 21, 2006

It’s a Boy



Akhirnya, kakak gw melahirkan juga. Rafi (nama belakangnya belum ditentukan), lahir pada 19 Mei lalu, pukul 19.32 WIB, dengan berat 3.1 Kg. Proses kelahirannya berjalan lancar.

Jadwal kelahiran bayi supermungil itu sempat molor sekitar seminggu dari jadwal yang ditentukan. Karena itu, kakak gw terpaksa diinduksi (dirangsang) di rumah sakit
Setelah pagi disuntik, bukaan pertama terjadi pada pukul 18.00 WIB. Bonyok yang waktu itu ikut ngejaga, langsung tak henti-hentinya membaca ayat kursi.

Dan Alhamdullilah, proses kelahirannya berjalan lancar. Bahkan, menurut seorang suster, kakak gw termasuk kuat menahan sakit karena tenang dan nggak banyak teriak.

Heri, suami kakak gw yang tadinya membawa kamera, langsung mundur begitu ngelihat darah. Katanya dia mual-mual. ^o^, oke, besok-besok kalo istri gw ngelahirin, gw akan bawa tripod.

The baby was so small and superfunny. Wajahnya mirip kakak gw. Tangannya kecil, dan kalau menguap gede banget (persis gw!), huhuhu. Melihatnya, gw merasa bahagia banget. Nggak heran orang tua rela melakukan apapun demi darah dagingnya. Chemistry-nya kerasa banget.



Yang unik, ibunya Heri (mertuanya kakak gw) adalah tipe orang yang masih percaya dengan adat istiadat jawa. Terutama menyoal tentang ari-ari atau tali pusar. Kalau bokap gw memilih cara konvensional,--cukup dengan mengubur ari-arinya di halaman depan rumah— Tante Aji, begitu gw biasa menyapa, sangat kejawen.

Jadi, tuh ari-arinya disimpan di dalam kendi, dibasuh dengan air setaman. Kemudian ditanam di depan halaman rumah, dan harus disinari dengan lampu yang menyala. Lampunya nggak boleh mati selama sekitar 1-4 mingguan. Aneh2 aja ya. Ya, begitulah orang Jawa, sangat menjunjung what-so-called tradisi.

Awalnya Tante Aji sempat menyimpan ari-ari itu dikulkas. Tapi kemudian nggak dibolehin Om Aji. Katanya, “lho ma, jangan ditaruh kulkas, nanti si Rafi kedinginan gimana?,”. Huhuhu.

Dan kemarin, lampu minyak yang digunakan menyinari ari-ari itu padam-hidup. Sehingga untuk sementara digantikan lilin. Percaya atau nggak, Tante Aji bela-belain ke Carrefour hanya untuk membeli seutas kabel dan bohlam. Gokil.

Tapi masalah belum selesai. Karena, kemarin malam hujan deras. Kalau tuh bohlam nekad dipasang saat itu juga, bisa konslet kena air. Sementara lilin kalau dibiarkan bisa habis. Padahal, sinarnya nggak boleh padam. Alasannya, “nanti ari-arinya bisa dimakan binatang,”

Tau nggak apa yang terjadi kemudian? Dengan cekatan bokap gw mengambil botol plastik coca cola, memotong bagian bawahnya dengan piasu. Kemudian tutup dilobangi untuk jalan masuk kabel. Dan, bohlam pun menyala di dalam botol plastik tanpa terkena air. Simple, but clever.

Melihat itu, Tante Aji langsung tersenyum bahagia. “aduh, untung ada yangkungnya Rafi ya,”. Everyone was laughing, happily. And I said to myself, yes, that’s my father I’m proud of.


Dodol Conv.

Beep..beep
Gw : Hello?
Reza : Woi, aku ntar malem naek pesawat jam 9. ntar jemput di gambir ya, oke?
Gw : Sip.
Reza : oke, btw, mau nitip apa nih? Mumpung lagi di Surabaya.
Gw : Nitip? Kebeneran. Nasi pecel madiun dua. Nasi goreng Jawa du.., eh ralat. Nasi goreng jawa tiga. Ulum minta 2 porsi. Oke?
Reza : .....


NB : check out my multiply site at www.danevil.multiply.com. thanks.

Saturday, May 20, 2006

Berbagi

Its has been 3 weeks since Bob arrived to Jakarta. Dia menyewa kamar yang kosong di lt 2. Anehnya, selama 3 minggu itu kamarnya cuma ditempati buat menaruh barang-barangnya. Kalau tidur, tetep di kamar gw di lt bawah.

Ketika gw tanya kenapa, alasannya cukup menggelikan, “takut tidur sendirian”. He-he-he. Ya, dia memang sedikit aneh. Alhasil, akhirnya terpaksa gw yang tidur di kamarnya. Enak, lebih lega dan dingin. Nggak terlalu banyak barang.

Bob menderita phobia ketinggian. Paling takut naik pesawat. Apalagi pas take off dan pesawat membelok. Masih ingat waktu gempa di Jakarta belum lama ini?

Saat itu, ia dan Ulum sedang bertemu klien di sebuah gedung berlantai 6. Habis gempa, Bob menolak lewat lift, mengajak Ulum naik tangga darurat. Kata Ulum, “yo sip, ati-ati Bob, tak ententeni nang isor. Aku numpak lift ae,” (ya, hati-hati Bob, tak tunggu di bawah. Aku naik lift saja). Hi-hi-hi.

Hidup di kos itu, belajar hidup bersama. Belajar cara berbagai, belajar tidak egois, belajar menghargai, belajar peduli. Ya, disini kadang sifat-sifat asli manusia bisa keluar. Yang pelit, kelihatan banget pelitnya. Yang egois, maunya menang sendiri.

Oya, kemarin tiba-tiba gw dikejutkan dengan kedatangan teman si Ulum. Namanya Tulo. Dia bertampang nerdy, dan selalu tersenyum. Di Jakarta katanya dia melamar kerja di sebuah bank.

Lucunya, seusai menjalani tes tahap pertama kemarin, malamnya dia menelpon gw yg di kantor. Untuk apa coba?
“eh, tolong cariin di internet, accounting iku opo sih?”
“hoh, apanya pengertiannya? Fungsinya?”
“iyo, aku gak eruh soale,”
“…..”

ya ampun. Dia jauh-jauh di Jakarta, ngelamar kerja, menjalani tes jadi accounting. Sementara fungsi dan kerjaan accounting sendiri malah gak tau. Bener-bener kebangetan. Wakaka.

On the other hand, akan ada satu teman lagi yang akan tinggal di kos gw. Namanya Reza, temen SMP gw dulu di Surabaya. Di Jakarta doi kerja di perusahaan percetakan milik pamannya, tinggal di rumah Saudaranya di kawasan Fatmawati.

Entah, tiba-tiba saja dia nelpon gw, bilang sedang ada masalah dan minta tinggal sementara di kos.

Gw sih ayuh-ayuh aja. Cuma, lumayan bingung juga. Masalahnya si Reza di berbadan supertambun yang otomatis kalau tidur memakan banyak tempat. Gw masih belum bisa membayangkan, dengan adanya Tulo dan Reza, bagaimana kita nanti akan tidur.

Ah sudahlah, “mangan ra mangan sing penting kumpul” (makan nggak makan asal kumpul).

Monday, May 15, 2006

Ekskul




Seharusnya Ekskul adalah film thriller. Tapi kenapa saat menontonnya jadi ngiler karena ngantuk.


Uhm oke, gw ngaku. Gw nggak ngantuk, tapi tersiksa sepanjang sekitar 80 menit untuk segera keluar dari gedung bioskop. Rasanya seperti penderita klaustrophobia yang dikunci dalam lemari.

First of all, gw nggak abis pikir apa kaitan judul dan tag-line film ini, dengan keseluruhan cerita. Tagnya seperti ini, Ekskul, sebuah ekstrakulikuler. Sementara kisah film ini sebenarnya tentang bullying. Semacam gencet menggencet antar sesama murid atau oleh guru, secara psikologis maupun fisikis.

Mungkin yang dimaksud penulis skenario Eka D Sitorus adalah MOS (Masa Orientasi Siswa), ketika gencet-menggencet dilegalkan sekolah. Waktu konpres di bilang dengan nada tinggi, ”saya prihatin, di Indonesia gencet menggencet ini dilegalkan, coba lihat Amerika, tidak ada seperti itu disana,”.

Inilah kebiasaan orang Indonesia. Berbicara tanpa dasar. Well pak, FYI di Amerika dan Australia, bullying ini juga terjadi. Bahkan lebih parah. Tapi memang sekarang ini majalah Reader’s Digest menunjukkan bahwa bullying sedang menjadi masalah serius di Asia.

Back to topic. Film ini bercerita tentang Joshua (Ramon Y Tungka). Cowok depresif dan aneh. Kamarnya dipenuhi poster-poster senjata genggam otomatis dan revolver.Ia juga penggemar fanatik Kurt Cobain. Lihat saja poster film Last Days-nya Gus Vant Sant atau buku Heavier Than Heaven Charles R Cross di kamar tidurnya. (definately, he got taste)

Joshua menjadi peer victimization dari teman-temannya. Terutama Jerry, Matius, dan Mike. Ia dipukul, ditampar, digantung pagar, sampai kepalanya dicelupkan ke dalam kloset. Di rumah, orang tuanya melakukan pola asuh keras. Setiap kekeliruan berbuah tamparan atau caci maki.

Terus menerus mendapat tekanan dari lingkungannya, membuat jiwa Joshua labil dan mengalami gangguan psikosomatis. Kattie (Metha Yunatra) gadis yang awalnya iba, menjadi paranoid melihat kelakuan Joshua yang aneh. Setelah itu, orang tuanya malah menyarankan Joshua untuk dibawa ke psikater.

Karena sudah tidak tahan lagi, puncaknya, Joshua membeli pistol semi otomatis (berisi satu peluru!), membuat surat palsu, dan menyandera teman-teman sekolahnya. Termasuk Kettie dan Jerry cs.

Ehm. Okay, i’m not gonna be a nitpicker. Tapi, skenario Eka D Sitorus ini begitu banyak lobangnya. Detil-detil yang seenaknya saja tak diperhatikan. Misalnya sekedar panggilan Kapten yang seharusnya sekarang menjadi Ajudan Komisaris (alasan Eka, skenarionya ditulis 2-3 tahun lalu), sampai yang fatal, pistol berisi 1 peluru dan meletus 2 kali. Oh god!

Penata score (entah siapa) harusnya belajar, kalau suspense atau thrills bisa juga dihadirkan lewat kesepian yang mencekam. Tapi di film ini, penonton dihajar dengan score superkencang yang menaikkan bulu kuduk sementara dialog dan adegannya sendiri datar sedatar-datarnya.

Dan begitu datang adegan sedih, score dibuat mellow-semellow-mellownya. Ini yang ngebuat indera-indera gw tersiksa dan memberontak. Capek, capek sekali.

Jangan bicarakan soal rasionalitas. Atas nama dramatisasi dan kebutuhan gambar, sangatlah wajar kalau guru BP membentak-bentak Joshua daripada mendekatinya secara persuasif. Sangat wajar Joshua yang biasanya dihajar atau dikerjai Jerry Cs, tiba2 langsung pandai berantem dan mempecundangi ketiganya begitu memegang pistol. Sangat wajar, membeli pistol semi otomatis tapi pelurunya cuma satu. Dan sangat wajar bila polisi tidak tahu apa yang dilakukan saat menghadapi kasus penyanderaan seperti itu dan kerap berbuat ceroboh. Uhm, oke, mungkin yang terakhir itu benar-benar wajar.

Untungnya, Ramon Y Tungka sebagai poros utama filmnya bisa berakting. Dia menjaga tensi emosi tetap lancar. Aktor pendukung lainnya? Tak lebih anak-anak SMA bermake-up tebal yang bisanya cuma diam, tertawa, dan menangis.

Seharusnya masih ada harapan Ekskul menjadi film bagus, karena celah-celah scenario eka d Sitorus ini masih banyak yang lowong sehingga dapat dipertajam. Sayangnya Eka terlalu angkuh (atau malas?) untuk melakukan itu.

Gampangnya seperti ini, ada satu karakter yang tidak jelas asal usulnya, motifnya, latar belakangnya. Dan saat itu ditanyakan, Eka mengakui kalau karakter itu sengaja dimasuk-masukkan di detik-detik terakhir sebelum syuting. Dan ia agaknya malas untuk merombak lagi skenarionya.

Ah, terakhir, sekali lagi, film ini kembali meremehkan kecerdasan penonton Indonesia. Eka, memaparkan semua konfliknya segamblang mungkin, membuat penonton serasa tak perlu berpikir lagi, atau sekedar menebak-nebak adegan selanjutnya.

Gambaran menonton Ekskul seperti ini : kita duduk, tegang (sedikit), tertawa, tersiksa, dan pulang tanpa kesan apa-apa.


Percakapan “Terbaik” :

Guru BP : Sudahi ulahmu ini!
Joshua : Ulah apa bu?

Joshua : Joshua ingin bunuh papi mami tapi enggak pengin papi mami mati....

Joshua : Saya mau lepaskan mereka pak. (pause 3 detik). Tapi hanya perempuannya saja...
Kepala Polisi : Jos, lepaskanlah yang lain, Matius dan Mike.
Joshua : Ya, kenapa nggak sekalian semuanya aja Pak!

Wednesday, May 10, 2006

Sakit

Sekitar 2-3 tahun lalu, gw suka mengalami penyakit kecil tapi mengganggu.

Rasanya seperti ini, bayangkan ketika amandelmu ditusuk-tusuk dengan jarum-jarum kecil selama 4-5 detik. Sampai akhirnya kamu terbatuk-batuk sedemikian hebat, dan matamu berair karenanya.

It hurts, definately.

Untungnya, penyakit itu come and go. Nggak mesti 2 minggu sekali kumat. Gw pikir, ini timbul karena kebiasaan merokok. Beberapa kali kumatnya ketika gw lagi ngerokok kenceng.

Blakangan, gw flu. Batuk bercampur pilek. Dan parahnya, penyakit menyebalkan itu kumat lagi. Durasinya, sehari bisa 2-3 kali. Aargh. Keputusan ke Dokter diambil setelah segala macam obat—procold, tuseron, dst—dicoba dan gak mempan.

Gw ke Dokter THT di RS Mitra Keluarga di Gading. Setelah di diagnosis, penyebabnya adalah polip. Gara-gara polip itu, amandel gw membengkak, sariawan, mules, dan pendengaran kurang peka.

Ini ternyata penyakit genetik. Dan kalaupun polip gw ntar diangkat (syukurlah sekarang belum saatnya), tetap nggak bisa pulih 100 persen. Ada kemungkinan untuk muncul kembali.

Dan yang dapat mempercepatnya adalah rokok. Karena itu sodara-sodara, starts from this moment, gw berkomitmen untuk berhenti merokok dan mulai meminum air putih 8 gelas sehari. Huhuhu.

On the other hand, gara-gara iseng menginstal third party software di iBook, alhasil sistem operasi mac OSX gw eror. Sehingga komputer nggak bisa booting.

Yang artinya, gw nggak bisa mengakses data-data super berharga di komputer. Oh my god, why this happend to me.

Data-data itu, ada 15 GB Mp3, 20 GB bokep pilihan (miyabi, bangbros, hustler, hueeeh!), 20 GB sisanya file-file penting gw, termasuk portofolio Ulum (makanya dia mencak2 begitu gw bilang filenya ada kemungkinan hilang).

Karena iBook gw masih garansi, gw bawalah ke pusat servis Apple Ind, iBox, di Puri Imperium. Dan yang menyebalkan, dengan santainya mereka memberikan solusi yang gw sendiri sudah tahu.

”Ini sistem operasinya corrupt mas. Di format ulang aja,”
“lha terus data-datanya?”
“kita coba cek Hardisknya, masih detect nggak. Kalo detect , bisa di back-up. Tapi kena charge,”
“berapa?” (mulai menelan ludah)
“format ulang OSX plus iLife 06, sekitar $20”
“terus...” (keringan dingin, jantung mpot-mpotan)
”kalau backup datanya, per Gigabytes kita kenakan charge $20”.
“berapa?” (belum percaya)
”$20”
“per Giga?”
“ya”
“....” (membayangkan perkalian total data 55 GB x $20 tapi tak kunjung menemukan hasilnya...terlalu menyeramkan....)
“tapi leptop saya ini masih garansi lho mas..”
“Iya, tapi garansi itu untuk hardware. Misalnya LCD ada dead pixel, atau hardisk bunyi, langsung kita ganti baru, free. Nah, kalau perangkat lunaknya tetep kena charge,”
“......”

dan sekarang, gw sedang kebingungan untuk menyelamatkan data, dengan mengontak temannya teman yg ahli mengoprek Mac.

Ternyata, memiliki Macintosh itu teorinya sama dengan memiliki cewek cuantik. Makin bagus “barangnya”, makin susah dan mahal pula ngerawatnya. Hiks.

Monday, May 08, 2006

Family

Almost a week ago, my mom and pops have just arrived in Jakarta. They stayed at my sisters house, in Kelapa Gading. The house is mediocre, but its nice and comfy.

There are air conditioner in every room. Beda banget dengan kamar gw yang udah sempit, sumpek, panas, berantakan pula. ^o^. Rumahnya dua, bersebelahan. Konon yang sebelah ada jinnya. Ahaha.

Enaknya lagi, letaknya Cuma selemparan kancut dengan boulevard Kelapa Gading yang surganya makanan itu. Dari sea food, siomay, sampai junk food tersedia.

Usia kehamilan kakak gw sekarang sudah mencapai bulan ke-9. Kelahirannya sendiri diperkirakan pada tanggal 12 Mei mendatang. Soon, im gonna be an uncle! ^o^.

Oh ya, it’s a boy. Yes, it means gw bisa ngebeliin ponakan gw boys toys yang keren2. heheh. Namanya masih tentatif. Tapi, kemungkinan bernama Rafi, diambil dari bahasa Arab yang berari “yang terhormat”.

Well, its always nice to have your family nearby. You feel complete again. Sejak gw dan kakak gw ke Jakarta, kita nyaris tak memiliki waktu bersama. Makan semeja, atau sekedar chit-chat biasa. Man, that momen was precious

Especially for my mom. As a matter a fact, she always treats me as if I was still a her little boy. Hehehe. She cooks for me, make me nice hot tea, and take care of me. I’m sick. I’ve got hard cough. And I cant smoke. Sigh.

Because Sunday was my day off. So I decided to take a walk in the Kelapa Gading mall. The distance between my sister’s house and the mall is only 100 meters away. So, within 10 minuets, I’ve already parked my motor on the parking lot.

What annoys me is that, the parking lot is located far far behind the La Piazza buildings. So, you must walk across it to be able to reach the mall.

The Brightside is you get to know the cozy atmosphere in La Piaza. There was a mini stage, and band who played a 80’s-romantic-jazzy songs. It made me sat for a while (on the stairs), and felt the vibe. Im not alone, because a lot of couple was standing with me and enjoying the songs.

..halah capek pake Inggris. English mode off

Sampe mana tadi, oh ya, sebagai daerah Utara, sebenarnya kawasan La Piaza ini sangat pas buat hang out. Eksterior gedungnya menarik, café-cafenya udah mulai banyak, dan masih pada sepi lagi. It was so cool.

Sampe situ, tiba-tiba hape gw berbunyi. Its from Bobby, yang bilang kalau lagi ada di Pondok Indah bareng sepupunya. Ia Tanya kapan gw balik ke kos, dan minta dijemput di PI, soalnya besok harus kembali ke Bogor lagi untuk nego harga.

Karena posisi, gw di Gading, jadi gw suruh Ulum untuk menjemput.

Later on, ada SMS lagi masuk. Dari Bobby.
“Memang cekatan sekali teman kita sob!, ak nang pondok indah, disusul nang plaza Indonesia,”

*oh my god…

On the contrary, ada kabar buruk dari Surabaya. Mbak Anita, teman gw dulu di Jawa Pos meninggal dunia. She was a very nice person. Kita doakan saja semoga saja dia diterima disisi-Nya, alright?

Wednesday, May 03, 2006

Rejeki

Gw percaya rejeki orang itu sudah ada yang mengatur.

Pertengahan 2005 lalu di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, studio animasi asal Singapore Infinite Frameworks Studios menyeleksi 3D artist Indo untuk penggarapan film animasi 3D bertajuk Sing For The Dawn.

Filmnya film Singapore, tapi 80 persen tenaga kerjanya Indo punya. Mereka akan “dipingit” di Batam, dikontrak selama 2 tahun sampai akhir 2007.

Disana mereka “kabarnya” bekerja dengan alat super canggih, lokasi supernyaman (didekat pantai), dengan bayaran gede. Jelas saja, para animator Indo berbondong-bondong mengikutkan demoreel (sejenis portofolio, tapi berbentuk video) mereka.

Bobby dan Ulum, sahabat gw, ikut ambil bagian. Dari ratusan peserta, Bobby diterima. Tapi Ulum tidak. Gw tahu dia kecewa, karena dia yakin demoreel-nya bagus.
Sebelumnya memang ada masalah dengan codec CD-nya saat di burn (bisa dibaca di Mac tapi tidak di Windows). Saat itu, I said to him, “it’s ok lads. You deserve better than this. Come on, cheer up!”

Beberapa bulan selanjutnya, it turns out Bobby batal pergi ke Batam. Alasannya, ternyata bayaran yang ditawarkan Infinite cuma sedikit dan kontrak 2 tahun itu dirasa lumayan memberatkan.

Setelah itu, Bobby tetap menjalani freelance di Surabaya. Sementara Ulum pun akhirnya diterima kerja di perusahaan advertising.

Tiba-tiba saja, sekitar 3 hari lalu, Ulum mendapat tawaran mengejutkan. Menggarap sebuah sinetron kolosal ambisius. Meski kolosal, tapi kabarnya ini bukan seperti sinetron Mak Lampir, Angling Dharma, atau Jaka Tingkir. Ini jauh lebih realistis.

Syutingnya dilakukan di kawasan Bogor. Kedepannya ada beberapa adegan yang disyut di China.

Dimana letak ambisiusnya? Bayangkan, sinetron ini akan terbagi dalam 9 chapter. Setiap chapternya akan diisi dengan 52 episode, jadi tinggal kalikan saja berapa jumlah totalnya. Setelah chapter pertama selesai, akan dibuat versi layar lebarnya. Ini mungkin mulai digarap pada akhir 2007 nanti.

Jangan khawatir soal skrip. Karena penulis sekaligus penyandang dananya sudah melakukan riset selama 20 tahun dan menghabiskan miliaran rupiah (untuk riset). Miliaran rupiah lagi dihabiskan untuk membuat film dan sinetronnya ini. Ia memang sangat terobsesi dengan tokoh yang difilmkan ini.

Kisahnya sendiri gw masih belum cerita banyak. Yang jelas tentang salah seorang terpenting dalam sejarah. Ia adalah orang yang menyatukan Bangsa Indonesia.

Menurut Ulum saat mengunjungi set-nya di Bogor, ia disuguhi pemandangan luar biasa. Kerajaan di tengah hutan sedang dibangun, gajah dan kuda berkeliaran, prajurit-prajurit mengayun-ayunkan pedang, serta rumah-rumah pondok berisi komputer high tech dan internet.

Nantinya, ia akan memegang divisi animasi dan special effect. Dan ia juga mengajak Bobby (hari ini dia datang ke Jkt).

Besok keduanya akan tandatangan kontrak dan nego harga. Bayarannya lumayan. setiap episodenya (digarap ‘hanya’ 1 minggu) bisa mencapai $1200. Kalau produksinya jalan, sebulan bisa 4 episode. Ya, semoga saja semua bisa berjalan lancar. Goodluck lads, and wish us luck to.