Stupid Is As Stupid Does

Thursday, March 30, 2006

Orang Sabar Sulit dicari

Coba lihat sekeliling, dan Anda pasti bisa langsung mengenali orang dari wataknya. Ada yang penyabar, dan terkesan nrimo. Ada yang sensitif, mudah tersinggung. Ada yang egoistis. Ada yang megalomaniac, berusaha dominan dan merendahkan orang lain. Ada yang sirik, iri, dengki saat melihat temannya sukses atau melebihi dirinya.

Errico Malatesta, seorang pemikir dan anarkis menyebut “kita semua egois, mencari kepuasan masing-masing”. Watak seperti ini, rasanya dimiliki orang kebanyakan. Sangat wajar. Di jaman sekarang, bisa dihitung jari orang yang mau membantu orang lain tanpa pamrih, tanpa terlintas ‘oke, gue bantu lo asalkan gue juga dapat untung,”.

Orang yang jujur dan tulus, bisa diitung jari. Dan itu gw temukan di beberapa figur teman gw, dan Ulum. Teman satu kos, juga temen main gw di surabaya.

Sejak pindah ke kosan gw, Ulum bekerja di sebuah perusahaan iklan. Tapi tak sampai dua bulan ia bekerja disana, perusahaannya ternyata defisit, terlibat hutang 700 juta. Hingga akhirnya ada beberapa bidang karyawan yang terpaksa dibekukan, salah satunya bidang desain.

Terhitung mulai bulan depan, ulum harus mulai nyebar lamaran lagi. Tapi yang mengejutkan, betapa teman-temannya peduli kepadanya dan memberi surprise. Kemarin, doi pulang membawa bola sepak Adidas (Ulum memang suka sepak bola) dan sebuah jaket baru.

Waktu gw tanya, akhirnya ia bercerita. Di hari terakhir kerjanya, tiba-tiba saja teman2nya berlaku aneh. Secara bergantian, mereka ke kamar mandi. Ulum, yang intelegensinya setingkat kecoak nggak ngeh.

Ia baru ngeh, ketika temannya memberikan bola kepadanya sebagai kenang-kenangan. Dengan polos ia berujar, ”tadinya aku langsung seneng, wah bisa dibuat fusal iki. Tapi ternyata, pas dilihat ternyata ada tulisan-tulisane. Oalah, yo wis gak sido,” katanya.

Tulisan yang ia maksud, adalah kata kenang-kenangan dari teman sekantor, yang berisi semangat dan dukugan kepadanya. Gw tersenyum, skaligus kagum. Dalam waktu 2 bulan saja, ia bisa menunjukkan sifatnya lovable. Mudah dicintai oleh lingkungan. Termasuk di lingkungan kerjanya, yang 90 persen China.

Terlepas dari suka teledor, ceroboh, asal, dan otak yang disamakan dengan semut rong-rong pada beberapa kesempatan, gw sangat mengagumi kepribadian dan kesabaran (yang gw sama sekali nggak bisa sedikitpun menyamainya).

Karena itu, gw merasa sedikit sedih dan kehilangan kalau nantinya ia bakal pindah kos (dia rencananya mendaftar di Soraya Intercine Film). Tentu saja, selain tidak ada lagi yang disuruh-suruh, menemani nonton film/teater bareng, main winning, juga gw kehilangan teman yang bisa dihina-hina tanpa membalas. Hehehe. Well, eniwei goodluck 2 u bro.

Sedikit ilustrasi perbedaan gw dan Ulum : Fery, teman gw dari Surabaya, minta dijemput di rumah Omnya di Depok.
Gw : Ogah lah. Selain jauh banget, gak tau jalan, dan lebih efektif dia naik bis, pasti nyampe.
Ulum : Cuma ngedumel sambil bercanda, tapi akhirnya brangkat juga.

NB : btw tulisan gw tentang Thank You and Goodnight Mother dimuat di layar perak. Hehehe. Emang nggak seberapa, tapi gw seneng banget. Cek tulisannya di layarperak.com atau klik di SINI.

btw dengan asumsi pembaca blog ini temen2 gw sendiri, maka sekalian mengabarkan nomer baru gw : 0811938313 (post ini akan dihapus dalam waktu seminggu :D)

Monday, March 27, 2006

Thank you and Good Night Mother



Kemarin disela-sela ngantor, gw mencuri waktu ke Geothe House, pusat kebudayaan Jerman di Menteng. Kebetulan selain ada pemutaran film Thank you and Good Night Mother, juga ada penampilan dari Sore, salah satu band fave gw.

Yang gw kejar Sore, eh ternyata malah nyantol ke Thank you and Good Night Mother gituh. Gw pikir ini film tentang apaan, judulnya panjang gitu. Apa film Italia/Prancis?

eh, ternyata begitu nonton (pemutaran film dulu, baru penampilan Sore) ternyata film itu film Indo. Ceritanya tentang kehidupan surfer di kawasan Banten. Cukup bagus, dengan soundtrack yang trance berat. Filmnya sendiri disutradarai oleh Ivan Handoyo.

well, eniwei, setelah film diputer, ada jeda beberapa saat. Maka, gw dan Ulum yang kehausan mencari minum di daerah Menteng (yg biasa jual DVD itu), karena di luar gedung sama sekali kagak ada orang jualan minuman blas.

dan ketika balik, samar-samar terdengar dentuman piranti musik. Ah, Sore udah main ternyata. eh, gw dan Ulum pun cepat masuk ke ruangan. begitu kita duduk, lagu selesai. Dan sang vokalis, Adek, berujar "oke, ini lagu terakhir dari kami, No Fruits for Today!". WTF!!!

oh well, akhirnya kita cuma kebagian satu lagu. Ya sudahlah.

Friday, March 24, 2006

hebat chrisjon!


Soal gede, keknya lengan gw lebih gede dari lengan Chrisjon. Tapi soal keras, gw ampun deh. hehe.


Ahahaha, kemarin petinju kebanggaan Indo, Chrisjon, 26, main ke kantor. Nggak disangka, ternyata Chrisjon kecil dan kurus ya. Hehehe. Beratnya cuma 57,1 kg, beda banget dengan gw yang nyampe 75 kilo. Kita beda kelas ternyata, wakakaka.

Chrisjon emang keren. Dia belum terkalahkan dari 38 kali bertanding (37 menang, 20 menang TKO, dan satu kali draw). Baru-baru ini doi juga mempertahankan sabuk juara dunia tinju kelas bulu dari Asosiasi Tinju Dunia (WBA).

Petinju kelahiran Banjarnegara ini menang mutlak dari petinju Meksiko Juan Manuel Marquez dalam pertarungan 12 ronde di Golden Gate Arena, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (4 Maret) malam. Kabarnya dari hasil pertarungannya itu doi menerima bayaran Rp 675 juta atau sekitar 90 ribu dolar AS.

Tapi ternyata, dari ngobrol-ngobrol di kantor kemarin, Chrisjon ternyata punya satu cita-cita lagi. Apa itu? Ketemu Presiden SBY di Istana Negara.

Ia bahkan membanding-bandingkan perlakuan Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo, terhadap petinju Manny Pacquiao, yang setiap selesai tanding selalu diundang ke Istana dan bahkan diberi bonus.

Ah ya sudahlah. Namanya juga Indonesia, kalau atlet se-sangar Chrisjon saja tidak dihargai di negaranya sendiri, jangan heran kalo banyak atlet yang ngabur ke negara lain.

Btw, ngomongin tentang Kalimantan Timur, kemarin yang liputan ke sana si Teguh. Dan, minggu ini doi baru saja berikrar sehidup semati dengan kekasihnya. Keknya sih, nanti si “nyonya” bakal diboyong ke Jkt. Selamat deh Pak, semoga langgeng selalu ya!

Thursday, March 23, 2006

Nyasar ke Kata



”Bolehkah saya bertanya?”

Pria bertubuh kurus itu menyapa Celine (Julie Deeply) dan Jesse (Ethan Hawk) dengan logat Jerman. Wajahnya pucat. Rambut coklatnya acak-acakan. Suaranya sedikit bergetar, kedinginan. Sepertinya ia belum makan selama berminggu-minggu. Apalagi angin malam itu bertiup kencang, menusuk relung kulit.

“Yeah” jawab Celine.

“Saya ingin membuat kesepakatan dengan kalian. Maksud saya, daripada hanya meminta uang, saya akan meminta kalian kata. Ya, kalian beri saya kata, saya mengunakannya, kemudian saya akan menulis puisi, dengan kata itu didalamnya.
Bila kalian menyukainya, maksud saya, kalau kalian menyukai puisi saya, dan bila puisi itu menginspirasi sesuatu dalam hidup kalian, maka kalian dapat membayarku sesukanya. Saya akan menulis dalam bahasa Inggris, tentu,”.

Meski agak terkejut, tapi Celine dan Jesse kemudian mengiyakan. “Milshake”, begitu kata yang dipilih Celine. Entah, mengapa ia memilih kata itu. Mungkin terdengar lucu.

Pria itu kembali duduk di tepi danau. Diapitnya pensil diantara bibir dan dagunya. Sebentar-sebentar ia menulis, fokus. Konsentrasi. Sementara itu, Jesse dan Celine kembali larut dalam obrolannya.

Tak lama kemudian, pria itu datang lagi, membawa robekan kertas penuh lipatan yang sedari tadi ditulisnya, dan menyerahkannya pada Celine.

“ini puisinya”

Jesse menerima kertas terlipat itu, dan membukanya. Tiba-tiba tangan lentik Celine menyambar dan mengembalikannya kepada pria Jerman itu seraya berujar, “bisakah kamu membacanya untuk kami?”.

“ya, tentu saja” jawab pria itu sedikit ragu.



Daydream delusion

Limousine Eyelash
Oh, baby with your pretty face
Drop a tear in my wineglass
Look at those big eyes
See what you mean to me
Sweet cakes and MILKSHAKES
I am a delusion angel
I am a fantasy parade
I want you to know what I think
Don't want you to guess anymore
You have no idea where I came from
We have no idea where we're going
Launched in life
Like branches in the river
Flowing downstream
Caught in the current
I'll carry you. You'll carry me
That's how it could be
Don't you know me (poet hands poem back)
Don't you know me by now



Ada pause sejenak, setelah pria itu membacakan puisinya. Celine kemudian mengambil uang receh di dompetnya, dan memberikan padanya. Mereka saling mengucapkan terima kasih, dan kemudian berpisah.

Salah satu adegan dalam Before Sunrise itu bener-bener tertanam di otak gw. Gara-gara adegan itu, gw ngerasa jadi penulis itu adalah profesi paling keren. Paling cool sedunia.

Ya, betapa kerennya seorang seniman jalanan yang hidup bebas, dan berusaha mengais rejeki dengan menata dan memainkan kata-kata, supaya terdengar enak dan bermakna.

Menulis, menjadi sesuatu yang paling gw cintai, sekaligus jadi profesi, yang membuat gw bisa makan dan bayar kos setiap hari. Padahal, kalau di flashback lagi, rasanya sedikit aneh.

Dulu waktu SD, gw paling benci yang namanya pelajaran mengarang. Duh, benci banget. Saking bencinya, paling pol gw mendapat nilai 25 untuk soal ngarang (skor maks. 50). Itu pun sudah bagus.

Gw lebih suka menggambar. Bahkan, gw sering dimarahi guru gara-gara sampul dalam dan halaman belakang buku pelajaran gw gambari karakter-karakter monster atau superhero.

Iya. Gw juga suka bikin komik. Bahkan papa biasanya selalu bawa kertas HVS bekas dari kantornya, untuk gw gambari (dibagian belakangnya).

Anehnya, menjelang lulus SMA dan awal kuliah, Tuhan ternyata mengatur skenario yang jauh berbeda. Gw masuk ke Fakultas Hukum, dan diterima kerja di Jawa Pos. Dari situ juga akhirnya gw sampai ke Jakarta, bekerja di kantor gw sekarang.

Disaat bersamaan, teman-teman gw malah mengambil jurusan Desain. Mereka kini sudah mahir menjadi seniman digital (digital artist), menguasai software seperti Photoshop, 3D max, Coreldraw, dan masih banyak lagi

Startnya sama (sekitar 3-4 tahun). Gw bermain-main dengan kata, mereka memilih bermain-main dengan gambar dan warna. Hingga, kita sama-sama sampai pada satu level dimana kita dapat membiayai hidup dari keahlian ini.

Di satu sisi, saat melihat mereka mengutak-atik software, gw suka iri. Karena gw suka merasa “jiwa seni” (*halah) gw memanggil-manggil.

Kadang gw juga bertanya-tanya, andai dulu gw berani mengambil jurusan desain, hasilnya nanti akan seperti apa ya?
Atau seperti sekarang ini, sudah telatkah gw kalau mulai mempelajari desain?
Atau, memang gw harus fokus di bidang tulis-menulis?

Ah membingungkan.

Thursday, March 16, 2006

It’s Sux!

“Nang, kamu punya passpor nggak?”
“Euh, nggak mbak, kenapa?”
“Ini ada undangan liputan ke Singapore. Nggak ada ya? Ya udah biar si Hery aja yang berangkat,”
“.......”

Tiga kali kesempatan keluar negeri datang (sebelumnya ke China dan Thailand), dan gw buang begitu saja karena nggak mengantongi benda laknat bernama PASPOR. Dammit.

Hal yang paling gw inginkan saat ini adalah ngambil libur tiga hari, pulang ke Surabaya, bikin paspor, tidur dikamar gw yang nyaman, keliling-keliling kota pake mobil sambil dengerin CD, makan pecel, soto ayam, rawon, dan balik-balik ke Jakarta sambil bawa gitar tersayang dengan pikiran yang lebih fresh.

tambahan : beli pletok di colors sampe tepar, dan nyimeng sampe pagi. ^o^

Hiks. Apa daya, gara-gara bulan ini gak perhitungan soal duit, terpaksa sampai bulan depan gw masih hidup dalam “ke-KERE-an”. Jadi kemungkinan baru bisa pulang ke Surabaya lagi sekitar Mei. Sabar ya nak, sabar....

Wednesday, March 15, 2006

Winning Eleven, Bukan Sekedar Game


mencetak gol, saat yang paling ditunggu. rasanya mendekati orgasme.

Bagi para cewek, nama WE (Winning Eleven) berarti satu kata, musuh! dan jauhi! Eh, itu dua ya?

Sebaliknya, bagi cowok, WE menggambarkan kenikmatan dan keasyikan tiada tara. Termasuk bagi mereka yang bukan gamer, atau tidak memiliki Playstation 2 sekalipun. Rata-rata cowok pasti bisa bermain WE.

Yoih, bagi cowok, kenikmatan bermain WE itu bisa disamakan dengan bermasturbasi. Ini serius lho. Apalagi kalau sudah larut dalam pertandingan dengan teman (kompetisi). Benar-benar jadi lupa diri. Lupa waktu (dari pagi sampai pagi lagi), lupa makan (cuma makan asap rokok), bahkan lupa punya cewek. ^o^

Ini kejadian nyata ketika gw dan temen-temen sekampus menggelar kompetisi WE di rumah gw. Ketika sedang asyik-asyiknya bertanding, hapenya berbunyi. Rupanya ceweknya menelpon untuk mengingatkan minta jemput.

Dan jawaban yang keluar dari mulut si cowok cuma :
“heh, ya”
“oke..”
“iyaaa..iyaa...”
“enggak, nggak ngapa-ngapain kok...”
“ya..ya, ntar gue telpon lagi ya...daag...”
klik...

Itu dilakukan sembari tetap memegang stik, tanpa punya keinginan melepas sedetikpun pandangannya dari layar televisi. Gw sendiri juga pernah bertengkar gara-gara mantan gw, dengan alasan yang sama. Heheh.

Lalu, mengapa cowok begitu cinta dengan game asal Jepang ini?

Pertama, secara logika, hampir 80 persen cowok termasuk gila bola (gibol). Jadi, wajar dong kalau mereka kemudian menggemari game bola. Bahkan gw yang tidak termasuk dalam kategori gibol saja begitu teradiksi dengan game ini. Hehehe.

Percaya atau nggak, perbandingan durasi permainan game WE dengan puluhan DVD game PS 2 lain di CD case gw kira-kira sekitar 80 : 20. Jadi intinya, setiap main PS2, ya main WE.

Kedua, gameplay WE memang sangat adiktif. Benar-benar mirip dengan sepak bola aslinya. Dari caranya menendang, mengoper, menggocek, sampai menyusun/mengganti formasi yang begitu detil.

Hebatnya lagi nyaris tak ada formula khusus yang membuat seorang pemain bisa menang terus menerus. Karena skill rata-rata setiap pemain WE kurang lebih sama (kecuali yang memang tekun, setiap hari main berjam-jam). Karena itu, masing-masing merasa memiliki kans yang sama untuk mengalahkan lawannya.

Ketiga, cukup satu kata, seru!


beginilah wajah2 orang yang bermain Winning Eleven. mau ada kebakaran pun tetap cuek.

Pernah lihat cowok menonton Piala Dunia kan? Keseruan bermain WE bisa disamakan dengan itu. Apalagi kalau kompetisi, dijamin teriakan, umpatan, dan kata-kata kotor bakal membahana diseluruh ruangan. Apalagi kalau ada taruhannya.

Keempat, WE = Harga Diri. Ini masih ada kaitannya dengan nomer dua. WE berhubungan erat dengan harga diri seorang cowok. Pemain yang kalah, dijamin akan mendapat “hinaan” bertubi-tubi dari teman-temannya seperti loser, bego, pecundang sejati, cemen, unskill boy, manusia bodoh, nggak pantes idup, dan masih banyak lagi (bentuk hinaan menyesuaikan dengan adat serta bahasa setempat ^o^).

Yang mengasyikkan lagi, WE berkaitan erat dengan mental. Maksudnya begini, kalau sedang bertanding, nggak cuma tangan di stik saja yang bekerja, tapi “mulut juga berbicara”, yang bikin hati panas.

Misalnya :
“alah, tendanganmu nggilani! Gawangnya kurang lebar tah?”
“wakakakaka, tendangan putus asa!”
“mainmu lho, kayak Tarkam (antar kampung) aja!”
“ealah, cuma segini skillmu! Belajar 10 tahun dulu baru lawan aku!”
“ih, mainmu cacat, se-cacat wajahmu!”

hehehe. “perang mulut” tadi dijamin bakal menaikan tensi emosi. Dan, kalau emosi meningkat, justru permainan makin nggak kontrol dan bola jadi mudah terebut. Karena itu, selain keahlian jemari mengolah bola di joystick, kemampuan menahan emosi juga penting.

Intinya, WE adalah pertandingan yang sangat kompleks. Bahkan, menurut teori gw sendiri, saat bermain WE, 80 persen konsentrasi otak terpakai. ^o^

Bukti nyata, coba sekali-sekali ajak omong cowok yang lagi asik tanding WE. Jawabannya pasti singkat-singkat, kalau nggak “ya”, “tidak”, “he-eh”, atau “apa? Apaa?”. Dijamin.

Last but not least, sensasi saat kita mencetak gol itu tiada tanding. Perasaan mempecundangi lawan, merengguk kenikmatan, rasanya seperti letupan orgasme singkat. Hahaha.

Tuesday, March 14, 2006

Sob, Be Carefull With My Boys-Toys


yang muncul di LCD tulisan err 2

Gw termasuk orang yang primpen (sayang) terhadap suatu barang. Terutama kalau barang itu gw suka banget. Gw akan memakainya dengan hati-hati, menyempatkan waktu untuk sekedar membersihkan, atau menaruhnya di tempat yang aman.

Bukannya apa, gw sebenarnya orang yang sangat ceroboh dan lumayan jorok. Tapi, positifnya gw juga perfeksions. Gw akan bete berat hanya melihat scratch kecil di iPod atau kamera digital gw. Karena itu, gw gak ragu-ragu untuk membelikan kover proteksi untuk barang-barang kesayangan, meski harganya mahal (it cost me USD 20 hanya untuk membeli cover sleeve iBook).

Dan sejak seminggu ini, seorang teman dekat dari Surabaya menginap selama seminggu di kos. Tentu gw senang, karena selain doi teman dekat, juga membuat suasana kos lebih ramai dan ceria (terutama untuk bertanding Winning Eleven). Hehehe.

Ketika doi meminjam dan mengutak-atik kamera digital (Eos 300D) gw untuk sekedar belajar dan memfoto portofolionya (berupa pamflet), gw sih silakan. Monggo.

Cuma, gw mulai terganggu dengan cara pemakaiannya yang terkesan sembarangan dan sembrono. Misalnya, meletakkan kamera di sembarang tempat yang berpotensi untuk terinjak atau ter-sampluk (kesenggol).

Terang aja gw langsung cuap-cuap, meski sedikit nggak enak. Kok ya kesannya nggak rela gitu “barangnya” dipinjam. Padahal duh sumpah, gw sih nggak masalah. It’s fine, selama memakainya juga hati-hati.

Kamera adalah barang yang sangat ringkih (rentan) dan peka, yang butuh perlakuan khusus. Goncangan, terjatuh, hingga terinjak bisa merusak komponen-komponen elektronik di dalamnya. Dan lagi, you know it was one of my precius. Kamera itu adalah barang yang paling gw sayangi, karena gw beli dengan keringat dan kerja keras sendiri.

Dan benar saja. Tadi malam, ketika akan mencoba kamera (ada momen lucu di kos yang ingin di foto) tiba-tiba saja memori CF (Compact Flash) tidak mau masuk di slotnya. Waduh, ada apa ini? Sedikit pemaksaan, akhirnya bisa. Tapi yang muncul di LCD adalah tulisan Err 2, yang berarti ada masalah di memori.

Canon memang memberikan kode tertentu untuk mengetahui letak kerusakan. Misalnya Err 3 di built-in flash, err 4 di shutter. Dst.

Setelah sedikit analisa, kelihatannya sih ada pangkon di dalam slot yang bengkok, sehingga CF tidak terbaca. Ya ampun. Kok bisa sih.

Tentu saja, teman gw langsung terlihat panik dan pasang muka tidak enak. Tapi, tentu, panik saja tak membantu.

Gw langsung menelpon papa, meminta mengecek kartu garansi yang selama ini nggak pernah gw gunakan sama sekali. Hasilnya, kamera itu gw beli pada 10 September 2004. Bergaransi 12 bulan, dan telah habis pada September tahun lalu.

Berarti, akan ada cost ekstra untuk ongkos servis, yang jumlahnya dipastikan tidak sedikit. Karena bulan ini gw kere abis, jadi dipastikan tuh kamera baru bisa dimasukkan ke Datascript bulan depan. Hiks.

Karena itu, Sob, gw nggak marah sama elu. Tapi please, please, i beg u, next time be carefull with my boys-toys, oke! Just ask me if u dont know how to use itu. *sigh.

Saturday, March 11, 2006

Virus Baru Bernama 'BLOGAHOLIC'

dicomot dari SINI

Stadium 1, biasanya menyerang mereka yang baru saja mempunyai blog. Gejalanya seperti ingin memiliki dan mulai terobsesi dengan blognya. Memasang apa saja yang berkaitan dengan dirinya, mulai dari profil yang 'sempurna', foto yang sebagus mungkin, dan sebagainya. Bahkan ada obsesi untuk menaruh link-link blogger lain sebanyak-banyaknya.

Stadium 2, pada level ini blogger akan merasa dua gejala. Pertama, mulai merasakan kalau templatenya sudah kurang meanrik karena terlalu biasa. Kondisi ini menyebabkan seseorang terobsesi mencari-cari template yang baru, mulai mengutak-atik, copy paste kode html atau script dari blog lain, sampai pada minta dibuatin template oleh kenalan. Kedua, obsesi untuk mengisi blognya semakin besar. Gejalanya ada semacam kebutuhan wajib untuk selalu meng-update atau membarukan setiap entry blognya.

Stadium 3, virus ini mulai semakin parah. Setiap bangun pagi atau setiap datang ke tempat kerja hal yang pertama kali dipikirkan adalah bagaimana membuat entry atau postingan baru di hari ini. Berpuluh-puluh menit bahkan sampai berjam-jam dihabiskan hanya untuk browsing atau menguras otak demi menulis sesuatu yang akan dipublikasikan di blog. Jika tidak tercapai, maka terasa ada yang kurang dalam dirinya.

Stadium 4, jika sudah sampai pada stadium ini, bisa dipastikan kondisi yang bersangkutan sudah terinfeksi virus 'BLOGAHOLIC' yang teramat berat. Gejalanya cukup mudah diketahui, yaitu mulai terobsesi memiliki banyak blog. Dengan banyak blog tersebut tentu efeknya akan banyak waktu yang dihabiskan untuk sekadar mengisi postingan terbaru, memperbaiki tampilan, menambah link, merubah warna, dan sebagainya. Dan tentu saja perlu waktu yang tidak sedikit untuk melakukan hal itu.

Stadium 5, pada stadium ini kondisi blogger yang terserang virus ini semakin parah. Gejalanya terlihat dari perbandingan berapa waktu yang digunakan untuk nge-blog dibandingkan waktu kerja dalam sehari. Bahkan sampai di rumah atau tempat kost pun masih terbawa keinginan untuk melakukan sesuatu terhadap blognya. Kalau sudah masuk dalam tahap ini .... hmm, kondisinya sudah terbilang membahayakan.

Wednesday, March 08, 2006

30D, The Next Pro Generation



Segala yang bersentuhan dengan digital, gak akan bertahan lama. Terutama berkaitan dengan fitur dan harga. Ini yang terjadi pada Canon EOS 20D, kamera profesional berharga cukup terjangkau yang dianggap sebagai senjata “standar” photo journalist saat ini.

Dengan 8.2 megapixels, dan tembakan mencapai 5 fps (frame per second), 20D is more than enough. But, like i said before, technology never stop to expand. So, dalam kurang dari dua tahun setelah dirilis, Canon bakal mengeluarkan versi improve dari 20D.

Namanya 30D. Gw sempat merasakan bodi prototipe-nya saat ngelihat pameran FOCUS di JCC semalem. Perbedaan utama yang terasa adalah soal redesigned body 30D yang lebih bongsor dan gemuk (sekilas mirip dengan EOS 5D, camera of the year 2005).

Pembengkakan bodi ini ternyata untuk mengakomodir 2.5 inchi LCD. Whoa! Nyaris dua kali lipat dari LCD 20D yang cuma 1.8 inchi. Sekedar perbandingan, layar sebesar itu hanya ditemukan di kamera profesional seperti EOS-1Ds, EOS-1Ds Mark II, dst yang harganya diatas 60 juta. Jelasnya, sangat nyaman digenggam, untuk pemilik jari besar sekalipun.

Selain melihat single image dan shooting information di layar LCD, kita juga dapat melihat hasil jepretan dengan pembesar sekitar 1.5x - 10x. Fitur lainnya yakni 9-image index, autoplay, image rotation, dan Jump (meloncat 10 hingga 100 images melalui tanggal). 30D mampu mengakomodir CF hingga 2GB.

Kabarnya, durabilitas shutter-nya sekitar 100,000-an, tidak 10,000 seperti kamera biasanya. Beberapa fitur baru lain antara lain :
• tombol shutter yang lebih soft
• faster startup (sekitar 0.15 detik dari mati atau mode sleep)
• tombol direct print (sebelumnya hanya ada pada digital pocket/prosumer saja)
• spot metering
• melihat ISO speed di view finder (cool!)
• 9,999 gambar per folder (20D hanya menampung 100 perfolder)
• pilihan 3 atau 5 fps countious shooting (di 20D settingan mati 5 fps).

Fitur sisanya kurang lebih sama dengan 20D. Yang gila, kata si penjual, 30D bakal dirilis dengan harga awal 20D, yakni ekitar 14 jutaan. Sementara sekarang harga 20D sudah menurun hingga 11 juta.

Tuesday, March 07, 2006

KOC, K-C dan Richie


KOC, its a must see!

Tentu saja, salah satu advantage bekerja di bidang media adalah memiliki akses untuk menonton konser musik, secara...gratis. contohnya adalah gelaran Jakarta Java Jazz Festival 2006 selama tiga hari berturut-turut kemarin (i’ll talk about this later, ok, promise!).

Dan bulan ini, sudah ada tiga konser lain yang menunggu. Yang pertama adalah
All Night Long with Lionel Richie, di Plenary Hall, Jakarta Convention Center pada 17 Maret nanti. Tiketnya lumayan mahal, Rp 500 ribu (termurah).

Pada hari yang sama, ada King of Convenience, dengan pembuka Mocca dan White Shoes and The Couples Company. Show ini digelar di Bandung, tepatnya di dago tea house. Tiketnya Cuma Rp. 250,000

Tentu saja, Lionel Richie dapat dilewatkan begitu saja, tapi King of Convenience? Oh no, man!! Definately a big NO! Kenapa sih konsernya cuma satu hari saja? Di Bandung lagi! Kok nggak di Jakarta??? Sangat egois, padahal penggemar KOC di Jakarta pasti sangat banyak (termasuk gw ^o^).

Untungnya, masih ada pelipur lara (kalau memang gw gagal bela-belain nonton di Bandung), yakni kehadiran K-CI & Jojo Live in Concert pada 21 Maret mendatang di Tenis Indoor Senayan. Tentu saja, konser satu ini HARRRRUSSS gw yang ngeliput. Kalo perlu gw bayar (tiketnya Festival Rp 200.000 dan VIP Rp 650.000). Sudah nggak sabar membayangkan ber-sing-a-long menyanyikan Crazy, All My Life, Now and Forever, dan One Last Time. Hohoho.

Thursday, March 02, 2006

precise

awalnya cuma iseng. tapi ternyata hasilnya precise juga. hihihi. btw ini nama awal, dan nama tengah gw.

Handwriting Analysis

What does your handwriting say about YOU?

The results of your analysis say:

You plan ahead, and are interested in beauty, design, outward appearance, and symmetry.
You are a shy, idealistic person who does not find it easy to have relationships, especially intimate ones.
You are negative, fearful, resistant, doubtful, and/or selfish.
You are not very reserved, impatient, self-confident and fond of action.
You enjoy life in your own way and do not depend on the opinions of others

Wednesday, March 01, 2006

Ready For Jazz?



Jakarta Java Jazz Festival 2006 bakal dimulai Jumat besok. Meski kali ini dibawah naungan media berbeda, tapi Alhamdullilah tetep gw yang ngeliput. ^o^. Senangnya.

Belajar dari kesalahan tahun lalu—gw kebingungan abis gitu memilih venue mana yang harus ditonton—, maka tahun ini gw sudah melakukan persiapan.

Antara lain memindai jadwal band/artist yang akan ditonton, mencocokkan jadwal main, bahkan mendownload run down di javajazz.com (kemungkinan besar gw bawa leptop supaya lebih mudah ngetiknya). Dengan begini, kita nggak perlu lari-lari, atau bahkan bingung akan menonton apa, dimana.

Tentu saja, Plennary Hall tetap jadi jujugan utama. Show-show macam Patti Austin feat Dave Koz all stars, Lee Ritenour, Eric Benet, Incognito, dan Brand New Heavies jelas nggak boleh dilewatkan.

Tapi, artis ”cult” macam Discus, Hiromi, Tetsuo Sukrai, Tortured Soul, hingga Tommorow People Ensemble jelas akan gw mampiri. Ugh, asli, memutuskan akan menonton yang mana susah banget. Apalagi kebanyakan band-band itu bentrok dengan show utama.

Asyiknya lagi, si Ulum juga dapat tiket gratis. Jadi, setidaknya kemana-mana gw nggak sendirian. Doi dapet id gratis karena turntable kantornya di sewa panitia Java Jazz. Sewaktu dia gw kasih manual zine-nya Java Jazz, pilihannya langsung pada artis-artis brass. Hihihi. Maklum, si Ulum adalah trumpeter band ska ternama di Surabaya. ^o^.

Well eniwei, bagi yang menonton Java Jazz, kita ketemu di JCC ok! Jangan lupa menyapa. *halah.

Kala 13 Pendekar Bass Berlaga


Arya Setyadi menunjukan bagaimana cara bermain bass yang benar. sadis.

Begitu tahu ada show yang akan menampilkan 13 pemain bass Indonesia bersepanggung, langsung gw catat dalam to-do-list harian di kompie. Maklum, saat ngeband dulu, gw pegang bass. *jadi malu. So, nggak salah dong kalau gw menganggap show ini penting.

Bass Heroes, begitulah tajuk show yang digelar di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa malam lalu. Konsepnya, 13 pemain bass handal tanah air berkolaborasi, serta bermain keroyokan.

Penyelenggara mengklaim ini yang pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Ah, masa iya.

Secara konsep, shownya memang oke. Tapi eksekusinya terasa kurang greget. Terutama pada sound sistem yang rada ngembret, serta aksi penampil yang rasanya kurang menunjukkan ”sampai sebatas ini lho bass bisa dioprek”. Jadi, ekspektasi gw jelas tidak tercapai.

Memang, para penampil seperti Thomas Ramdhan, Bongky Marcel, Rindra Padi, Nissa Hamzah, Ronny Cokelat, Iwan Xaverius, Indro Hardjodikoro, Bondan Prakoso, Ari Firman, Barry Likumahua, Arya Setyadi, Adam Sheila on 7, dan Bintang Indrianto berusaha menunjukkan gaya permainan masing-masing.

Ada yang teknikal, ada yang nge-rock banget, nge-jazz, ada pula yang lebih bermain-main pada sound. Gw sangat terhibur dengan cara typing Arya Setyadi yang sangat smooth, gaya funk-distorsi-nya Bondan, serta slapping dan ulikan Thomas Ramdhan, Indro Hardjodikoro, dan Ari firman.

Tapi, gw benar-benar kecewa melihat Adam Sheila on 7 yang bermain sangat gugup, dan tidak terarah. Come on Adam, i can do better than that! Jezzz, didn’t Eros thought you how to play bass? Owhg, skill-mu separah musikmu ternyata. ^o^. As for Bongky, membawakan lagu reggae oke, tapi rasanya materi lagu itu kurang matang.

Overall, kalau saja ada gelaran kedua alias sekuel, acara semenarik ini harusnya bisa dikemas lebih keren lagi. Pantesan kemarin gw ngeliat Jaya Suprana, ternyata nih acara mo dimasukin Muri untuk kategori acara dengan pemain bass terbanyak. Oh well...